BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kemampuan
pelayanan kesehatan suatu Negara ditentukan dengan perbandingan tinggi
rendahnya angka kematian ibu dan kematian bayi. Untuk itu dalam menurunkan
angka kematian perinatal dibidang pelayanan keperawatan memerlukan perhatian
yang serius, karena pelayanan yang tidak adekuat pada bayi baru lahir dapat
menyebabkan meningginya angka kematian pada perinatal.
Angka
kematian neonatus di Negara-negara berkembang merupakan masalah besar, namun
angka kematian yang cukup besar ini tidak dilaporkan serta dicatat secara resmi
dalam statistik kematian neonatus. Menurut survey demografidan kesehatan
Indonesia tahun 2008 angka kematian perinatal adalah 35 per 1000 kelahiran
hidup, itu artinya dalam satu tahun sekitar 175.000 bayi meninggal sebelum
mencapai usia satu tahun. (http://www.kapanlagi.com)
Ikterus adalah perubahan warna kulit / sclera mata (normal beerwarna putih)
menjadi kuning karena peningkatan kadar bilirubin dalam darah. Ikterus pada
bayi yang baru lahir dapat merupakan suatu hal yang fisiologis (normal),
terdapat pada 25% – 50% pada bayi yang lahir cukup bulan. Tapi juga bisa
merupakan hal yang patologis (tidak normal) misalnya akibat
berlawanannya Rhesus darah bayi dan ibunya, sepsis (infeksi berat), penyumbatan
saluran empedu, dan lain-lain. (Widya,1999)
Di Negara
maju seperti Amerika Serikat terdapat sekitar 60% bayi menderita ikterus sejak
lahir, lebih dari 50% bayi tersebut mengalami hiperbilirubin, sedangkan di RSCM
proporsi ikterus neonatorum pada bayi cukup bulan sebesar 32,1% dan pada bayi
kurang bulan sebesar 42,9%. Bagi tenaga kesehatan hal ini tidak dapat dianggap
sepele, karena kejadian ikterus pada neonatus dapat berakibat buruk bagi
kelangsungan hidup neonatus nantinya. (www.artikelkedokteranpediatrik.com)
Berdasarkan
hal tersebut, penulis tertarik untuk menganalisis kasus, agar dapat melakukan
asuhan kebidanan dengan benar yaitu dengan menegakkan diagnosa secara tepat,
sehingga dapat mengetahui penanganan yang cepat dan tepat dari kasus tersebut.
1.2
Tujuan
Tujuan Umum :
Mahasiswa mampu menerapkan asuhan
kebidanan pada neonatus dengan ikterus melalui pendekatan manajemen kebidanan
dengan 7 langkah Varney dan pendokumentasian SOAP.
Tujuan Khusus :
a. Mahasiswa mampu
melakukan pengkajian pada by. Ny. L dengan ikterus neonatorum.
b. Mahasiswa mampu
menentukan diagnosa kebidanan pada by. Ny. L dengan ikterus neonatorum.
c. Mahasiswa mampu menegakkan diagnosa dan
masalah potensial pada by. Ny. L dengan ikterus
neonatorum
d. Mahasiswa mampu
mengidentifikasi kebutuhan akan tindakan segera atau kolaborasi by. Ny. L dengan ikterus
neonatorum.
e. Mahasiswa mampu
merencanakan tindakan asuhan kebidanan by. Ny. L dengan ikterus neonatorum.
f. Mahasiswa mampu
melakukan pelaksanaan atas rencana manajemen yang telah direncanakan by. Ny. L dengan ikterus
neonatorum
g. Mahasiswa mampu
mengevaluasi asuhan kebidanan pada by. Ny. L dengan ikterus neonatorum
1.3
Metode Penulisan
Dalam pembuatan makalah ini penulis menggunakan berbagai
metode deskriptif dengan pendekatan studi kasus melalui tehnik :
1. Studi
Pustaka
Yaitu dengan
mempelajari buku-buku yang berkaitan dengan ikterus neonatorum.
2. Observasi
Partisipasi
Yaitu dengan
observasi dalam melakukan asuhan kebidanan secara langsung.
3. Wawancara
Yaitu dengan
dengan mewawancarai secara langsung petugas dan keluarga pasien.
1.4
Sistematika Penulisan
Makalah ini disusun secara sistematika
terdiri dari :
BAB I :
PENDAHULUAN : terdiri dari latar belakang tujuan metode penulisan dan sistematika penulisan
BAB II : TINJAUAN
PUSTAKA : terdiri dari konsep medis dan asuhan kebidanan
BAB III : TINJAUAN KASUS
: meliputi pendokumentasian dengan menggunakan SOAP
BAB IV : PEMBAHASAN
BAB V : PENUTUP :
terdiri dari kesimpulan dan saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Tinjauan Medis
2.1.1.Bayi Baru Lahir
Bayi baru lahir atau neonatus meliputi
umur 0-28 hari. Kehidupan pada masa neonatus ini sangat rawan oleh karena
memerlukan penyesuaian fisiologik agar bayi di luar kandungan dapat hidup
sebaik-baiknya. Hal ini dapat dilihat dari tingginya angka kesakitan dan angka
kematian neonatus. Diperkirakan 2/3 kematian bayi di bawah umur satu tahun
terjadi pada masa neonatus. Peralihan dari kehidupan intrauterine ke
ekstrauterin memerlukan berbagai perubahan biokimia dan faali. Dengan terpisahnya
bayi dari Ibu, maka terjadilah awal proses fisiologik sebagai berikut .
1. Peredaran darah melalui plasenta
digantikan oleh aktifitasnya fungsi paru untuk bernafas (pertukaran oksigen
dengan karbondioksida)
2. Saluran cerna berfungsi untuk
menyerap makanan.
3. Ginjal berfungsi untuk mengeluarkan
bahan yang tidak terpakai lagi oleh tubuh untuk mempertahankan homeostasis
kimia darah.
4. Hati berfungsi untuk menetralisasi
dan mengekskresi bahan racun yang tidak diperlukan badan.
5. Sistem imunologik berfungsi untuk
mencegah infeksi.
6. Sistem kardiovaskular serta endokrin
bayi menyesuaikan diri dengan perubahan fungsi organ tersbut diatas.
Penyesuaian
pokok yang dilakukan bayi neonatal yaitu :
1. Perubahan suhu, dimana ketika di
dalam rahim suhu berkisar 1000F namun suhu diluar berkisar 600-700F.
2. Bernafas, jika tali pusat diputus
maka bayi mulai harus bernafas sendiri.
3. Menghisap dan menelan, bayi sudah
tidak dapat lagi mendapat makanan melalui tali pusat tetapi memperoleh makanan
dengan cara menghisap dan menelan.
4. Pembuangan, ketika bayi dilahirkan
barulah alat-alat pembuangan itu berfungsi.
Ciri-ciri
bayi Neonatal yaitu :
1. Masa bayi neonatal merupakan periode
yang tersingkat dari semua periode perkembangan. Masa ini hanya dimulai dari
kelahiran sampai tali pusat lepat dari pusatnya.
2. Masa bayi Neonatal merupakan masa
terjadinya penyesuaian yang radikal. Masa ini dimana suatu peralihan dari
lingkungan dalam ke lingkungan luar.
3. Masa Neonatal merupakan masa
terhentinya perkembangan. Ketika periode perinatal sedang berkembang terhenti
pada kelahiran.
4. Masa bayi Neonatal merupakan
pendahuluan dari perkembangan selanjutnya. Perkembangan individu dimasa depan
akan tampak pada waktu dilahirkan.
5. Masa bayi Neonatal merupakan periode
yang berbahaya. Masa ini berbahaya karena sulitnya menyesuaikan diri pada
lingkungan yang baru.
2.1.2 Pengertian Ikterus
Ikterus
neonatorum adalah menguningnya sklera, kulit, atau jaringan lain akibat
penimbunan bilirubin dalam tubuh. Keadaan ini merupakan tanda penting penyakit
hati atau kelainan fungsi hati, saluran empedu dan penyakit darah. Bila kadar
bilirubin darah melebihi 2 mg%, maka ikterus akan terlihat. Namun pada neonatus
ikterus masih belum terlihat meskipun kadar bilirubin darah sudah melampaui 5
mg%. ikterus terjadi karena peninggian kadar bilirubin indirect (unconjugated)
dan kadar bilirubin direct (conjugated). Bilirubin indirect akan mudah melewati
darah otak apabila bayi terdapat keadaan berat badan lahir rendah, hipoksia dan
hipoglikemia (Markum H, 2005).
Ikterus neonatorum adalah warna kuning yang tampak pada
kulit dan mukosa oleh karena adanya bilirubin pada jaringan tersebut akibat
peningkatan kadar bilirubin dalam darah. Ikterus neonatorum ialah suatu gejala
yang sering ditemukan pada bayi baru lahir. Ikterus neonatorum ialah suatu gejala yang sering
ditemukan pada bayi baru lahir yang terbagi menjadi ikterus fisiologi dan
ikterus patologi.
Ikterus
disebabkan hemolisis darah janin dan selanjutnya diganti menjadi darah dewasa.
Pada janin menjelang persalinan terdapat kombinasi antara darah janin dan darah
dewasa yang mampu menarik O2 dari udara dan mengeluarkan CO2
melalui paru-paru. Pengahncuran darah janin inilah yang menyebabkan terjadi
icterus yang sifatnya fisiologis. Sebagai gambaran dapat dikemukakan bahwa
kadar bilirubin indirek bayi cukup bulan sekitar 15 mg % sedangkan bayi cukup
bulan 10 mg %. Di atas angka tersebut dianggap hiperbilirubinemia, yang dapat
membedakan kernikterus. (Manuaba, 2010)
Kernikterus
adalah akumulasi bilirubin dalam jaringan otak sehingga dapat mengganggu fungsi
otak dan menimbulkan gejala klinis sesuai tempat akumulasi tersebut.
Kesimpulannya ikterus neonatorum adalah warna kuning yang
tampak pada kulit dan mukosa oleh karena keadaannya bilirubin pada jaringan
tersebut akibat peningkatan kadar bilirubin darah yang sering ditemukan pada
BBL yang terbagi ikterus fisiologis dan patalogis.
2.1.3 Macam-macam Ikterus
Macam-macam
ikterus menurut
Ngastiyah (2005) adalah sebagai berikut :
1. Ikterus
Fisiologi
Ikterus Fisiologi adalah ikterus yang timbul pada hari
kedua dan hari ketiga yang mempunyai dasar patologik, kadarnya tidak melewati
kadar yang membahayakan, atau mempunyai potensi menjadi kern-ikterus dan tidak
menyebabkan suatu morbiditas pada bayi. Ikterus ini biasanya menghilang pada
akhir minggu pertama atau selambat-lambatnya 10 hari pertama.
Ikterus dikatakan Fisiologis bila :
1.
Timbul pada hari kedua sampai ketiga.
2.
Kadar bilirubin indirek sesudah 2 - 24 jam tidak
melewati 15 mg % pada neonatus cukup bulan dan 10 mg % pada neonatus kurang
bulan.
3.
Kecepatan peninakatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg
% perhari.
4.
Ikterus menghilang pada 10 hari pertama
5. Tidak terbukti
mempunyai hubungan dengan keadaan patologik (kern – ikterus)
6.
Tidak menyebabkan suatu morbiditas pada bayi.
2. Ikterus
Patologik
Ikterus Patologik adalah ikterus yang mempunyai dasar
patologik atau kadar bilirubinnya mencapai suatu nilai yang disebut hiperbilirubinemia. Dasar
patologik ini misalnya, jenis bilirubin, saat timbulnya dan menghilangnya
ikterus dan penyebabnya.
Menurut
Ngastiyah (2005) Ikterus dikatakan Patologis bila :
1. Ikterus terjadi dalam 24 jam pertama
2. Kadar bilirubin melebihi 10 mg% pada
neonatus cukup bulan atau melebihi 12,5 mg% pada neonatus kurang bulan.
3. Peningkatan bilirubin lebih dari 5
mg% perhari.
4. Ikterus menetap susudah 2 minggu
pertama.
5. Kadar bilirubin direct melebihi 1 mg%.
6. Mempunyai
hubungan dengan proses hemolitik.
2.1.4 Etiologi dan Faktor Resiko
1. Etiologi
Etiologi ikterus pada neonatus dapat berdiri sendiri atau
disebabkan oleh beberapa faktor menurut (Ngastiyah, 2005) :
1)
Produksi yang berlebihan
Golongan darah
Ibu - bayi tidak sesuai
Hematoma, memar
Spheratisosis kongental
Enzim G6PD
rendah
2) Gangguan
konjugasi hepar
Enzim glukoronil tranferasi belum
adekuat (prematur)
3) Gangguan
transportasi
Albumin rendah
Ikatan kompetitif dengan albumin
Kemampuan
mengikat albumin rendah
4) Gangguan ekresi
Obstruksi
saluran empedu
Obstruksi usus
Obstruksi pre
hepatik
2.
Faktor Resiko Ikterus
Peningkatan
kadar bilirubin yang berlebih (ikterus nonfisiologis) menurut Moeslichan (2004)
dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor dibawah ini :
a) Faktor
Maternal
1)
Rasa atau kelompok etnik tertentu.
2)
Komplikasi dalam kehamilan (DM, inkontambilitas ABO, Rh)
3) Penggunakan
oksitosin dalam larutan hipotonik.
4) ASI
5)
Mengonsumsi jamu-jamuan
b) Faktor
perinatal
1) Trauma lahir (chepalhematom,
ekamosis)
2) Infeksi (bakteri, virus,
protozoa)
c) Faktor
Neonatus
1)
Prematuritas
2) Faktor
genetik
3) Obat
(Streptomisin, kloramfenikol, benzylalkohol, sulfisoxazol)
4)
Rendahnya asupan ASI (dalam sehari min. 8 kali sehari)
5)
Hipoglikemia
6)
Hiperbilirubinemia
Faktor
yang berhubungan dengan ikterus menurut Prawihardjo (2005) :
1. Usia Ibu
2. Tingkat pendidikan
3. Tingkat pengetahuan ibu tentang
perawatan bayi ikterus
4. Riwayat kesehatan Ibu
5. Masa gestasi
6. Jenis persalinan
7. Inkomtabilitas Rhesus
8. Inkomtabilitas ABO
9. Berat badan lahir
10. Asfiksia
11. Prematur
12. APGAR score
13. Asupan ASI
14. Terpapar sinar matahari
2.1.5
Tanda dan gejala
1.
Tanda
Tanda dan gejala yang timbul dari
ikterus menurut Surasmi (2003) yaitu :
a. Pada permulaan tidak jelas, yang tampak mata
berputar-putar
b. Letargis (lemas)
c. Kejang
d. Tidak mau menghisap
e. Dapat tuli, gangguan bicara dan
retardasi mental
f. Bila bayi hidup pada umur lebih
lanjut dapat disertai spasme otot, episiototonus, kejang, stenosis yang disertai
ketegangan otot.
g. Perut membuncit
h. Pembesaran pada hati
i.
Feses
berwarna seperti dempul
j.
Tampak
ikterus: sclera, kuku, kulit dan membrane mukosa.
k. Muntah, anoreksia, fatigue, warna
urin gelap, warna tinja gelap.
2.
Gejala
Gejala
menurut Surasmi (2003) gejala hiperbilirubinemia dikelompokkan menjadi :
a. Gejala akut : gejala yang dianggap
sebagai fase pertama kernicterus pada neonatus adalah letargi, tidak mau minum
dan hipotoni.
b. Gejala kronik : tangisan yang
melenking (high pitch cry) meliputi hipertonus dan opistonus (bayi yang selamat
biasanya menderita gejala sisa berupa paralysis serebral dengan atetosis,
gangguan pendengaran, paralysis sebagian otot mata dan dysplasia dentalis).
Bila tersedia fasilitas, maka dapat
dilakukan pemeriksaan penunjang sebagai berikut :
a. Pemeriksaan golongan darah ibu pada
saat kehamilan dan bayi pada saat kelahiran.
b. Bila ibu mempunyai golongan darah O
dianjurkan untuk menyimpan darah tali pusat pada setiap persalinan untuk
pemeriksaan lanjutan yang dibutuhkan.
c. Kadar bilirubin serum total
diperlukan bila ditemukan ikterus pada 24 jam pertama kelahiran.
2.1.6 Penilaian
Penilaian
ikterus secara klinis
dengan
menggunakan rumus KRAMER
(Sri agung Lestari, 2009) :
No
|
Luas Ikterus
|
Kadar bilirubin (mg%)
|
1
|
Kepala dan leher
|
5
|
2
|
Daerah 1 dan badan bagian atas
|
9
|
3
|
Daerah 1,2 + badan bagian bawah dan tungkai
|
11
|
4
|
Daerah 1,2,3 dan lengan dan kaki di bawah dengkul
|
12
|
5
|
Daerah 1,2,3,4 + tangan dan kaki
|
16
|
2.1.7 Kern
– Ikterus
Adalah suatu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin
indirek pada otak terutama pada korpus striatum, talamus, nukleus subtalamus,
hipokampus, nukleus merah dan nukleus pada dasar ventrikulus ke IV.
Tanda-tanda kliniknya adalah mata yang berputar, letargi,
kejang, tak mau menghisap, tonus otot meninggi, leher kaku dan akhirnya opistotonus.
Pada umur yang lebih lanjut bila bayi hidup dapat terjadi
spasme otot, opistotonus, kejang, atetosis, yang disertai ketegangan otot.
Ketulian pada nada tinggi dapat ditemukan gangguan bicara dan retardasi mental.
2.1.8
Pemeriksaan
diagnostik
- Pemeriksaan bilirubin serum
Pada bayi yang cukup bulan billirubin mencapai
puncak kira-kira 6 mg/dl, antara 2 dan 4 hari kehidupan. Apabila nilainya
diatas 10 mg/dl, tidak fisiologis. Pada bayi dengan premature kadar billirubin
mencapai puncaknya 10-12 mg/dl antara 5-7 hari kehidupan. Kadar bilirubin yang
lebih dari 14 mg/dl adalah tidak fisiologis. Dari brown AK dalam text books of
pediatric 1996 : ikterus fisiologis pada bayi cukup bulan, bilirubin indirek
munculnya ikterus 2-3 hari dan hilang 4-5 hari dengan kadar bilibirum yang
mencapai puncak 10-12 mg/dl. Sedangkan pada bayi dengan premature, bilirubin
indirek muncul 3-4 hari dan hilang 7-9 hari dengan bilirubin mencapai puncak 15
mg/dl/ hari. Pada ikterus patologis meningkatnya bilirubin lebih dari 5
mg/dl/hari dan kadar bilirubin direk lebih dari 1 mg/dl. Maisetes 1994 dalam
Whaley dan wong 1999 : Meningkatnya kadar serum total lebih dari 12-13 mg/dl.
- Ultrasound untuk mengevalusi anatomi cabang kantong empedu.
- Radioisotope scan dapat digunakan untuk membantu membedakan hepatitis dari atresia billary.
2.1.9 Penatalaksanaan Ikterus
Pengobatan
yang diberikan sesuai dengan analisa penyebab yang meungkin dan memastikan
kondisi ikterus pada bayi kita masih dalam batas normal (fisiologis) ataukah
sudah patologis. Tujuan pengobatan adalah mencegah agar konsentrasi bilirubin
indirect dalam darah tidak mencapai kadar yang menimbulkan neurotoksisitas,
dianjurkan dilakukan transfuse tukar dan atau fisioterapi. Resiko cidera
susunan saraf pusat akibat bilirubin harus diimbangi dengan resiko pengobatan
masing-masing bayi. Kriteria yang harus dipergunakan untuk memulai fototerapi. Oleh
karena fototerapi membutuhkan waktu 12-24 jam, sebelum memperlihatkan panjang
yang dapat diukur, maka tindakan ini harus dimulai pada kadar bilirubin, kurang
dari kadar yang diberikan. Penggunaan fototerapi sesuai dengan anjuran dokter
biasanya diberikan pada neonatus dengan kadar bilirubin tidak lebih dari 10
mg%.
1.
Penatalaksanaan umum
Penatalaksanaan ikterus secara umum menurut Surasmi (2003) antara lain
yaitu :
a.
Memeriksa golongan darah Ibu (Rh, ABO) dan lain-lain
pada waktu hamil
b.
Mencegah trauma lahir, pemberian obat pada ibu hamil
atau bayi baru lahir, yang dapat menimbulkan ikterus, infeksi dan dehidrasi.
c.
Pemberian
makanan dini dengan jumlah cairan dan kalori yang sesuai dengan
kebutuhan bayi baru lahir imunisasi yang cukup baik di tempat bayi dirawat.
d.
Pengobatan terhadap faktor penyebab bila diketahui.
2. Penatalaksanaan berdasarkan waktu
timbulnya ikterus
Ikterus neonatorum dapat dicegah berdasarkan waktu timbulnya gejala dan
diatasi dengan penatalaksanaan di bawah ini
a.
Ikterus yang timbul pada 24 jam pertama pemeriksaan
yang dilakukan :
1)
Kadar bilirubin serum berkala
2)
Darah tepi lengkap
3)
Golongan darah ibu dan bayi diperiksa
4)
Pemeriksaan penyaring defisiensi enzim G6PD biakan
darah atau biopsy hepar bila perlu.
b.
Ikterus yang timbul 24-72 jam setelah lahir.
Pemeriksaan yang perlu diperhatikan.
1)
Bila keadaan bayi baik dan peningkatan tidak cepat
dapat dilakukan pemeriksaan darah tepi .
2)
Periksa kadar bilirubin berkala.
3)
Pemeriksaan penyaring enzim G6PD dan pemeriksaan
lainnya.
c.
Ikterus yang timbul sesudah 72 jam pertama sampai
minggu pertama Ikterus yang timbul pada akhir minggu pertama dan selanjutnya.
Pemeriksaan yang dilakukan :
1)
Pemeriksaan bilirubin direct dan indirect berkala
2)
Pemeriksaan darah tepi
3)
Pemeriksaan penyaring G6PD
4)
Biarkan darah, biopsy hepar bila ada indikasi
3. Ragam Terapi
Jika setelah tiga-empat hari kelebihan bilirubin masih terjadi, maka bayi
harus segera mendapatkan terapi. Bentuk terapi ini macam-macam, disesuaikan
dengan kadar kelebihan yang ada.
a) Terapi Sinar (fototerapi)
Terapi sinar dilakukan selama 24 jam atau setidaknya sampai kadar
bilirubin dalam darah kembali ke ambang batas normal. Dengan fototerapi,
bilirubin dalam tubuh bayi dapat dipecahkan dan menjadi mudah laurt dalam air
tanpa harus diubah dulu oleh organ hati. Terapi sinar juga berupaya menjaga
kadar bilirubin agar tidak terus meningkat sehingga menimbulkan risiko yang lebih
fatal. Sinar yang digunakan pada fototerapi berasal dari sejenis lampu neon
dengan panjang gelombang tertentu. Lampu yang digunakan sekitar 12 buah dan
disusun secara parallel. Dibagian bawah lampu ada sebuah kaca yang disebut
flexy glass yang berfungsi meningkatkan energi sinar sehingga intensitasnya
lebih efektif.
Sinar yang muncul dari lampu tersebut kemudian diarahkan pada tubuh bayi.
Seluruh pakaiannya dilepas, kecuali mata dan alat kalamin harus ditutup dengan
menggunakan kain kasa. Tujuannya untuk mencegah efek cahaya dari lampu-lampu
tersebut. Seperti diketahui, pertumbuhan mata bayi belum sempurna sehingga
dikhawatirkan akan merusak bagian retinanya, begitu pula alat kelaminnya, agar
kelak tak terjadi risiko terhadap organ reproduksi itu, seperti kemandulan.
b) Terapi transfusi
Jika setelah menjalani fototerapi taka da perbaikan dan kadar bilirubin
terus meningkat hingga mencapai 20 mg/dl atau lebih, maka perlu dilakukan
terapi transfuse darah. Dikhawatirkan kelebihan bilirubin dapat menimbulkan
kerusakan sel saraf otak (kern ikterus). Efek inilah yang harus diwaspadai
karena anak bisa mengalami beberapa gangguan perkembangan. Misalnya
keterbelakangan mental, cerebral palsy, gangguan motoric dan bicara, serta
gangguan penglihatan dan pendengaran. Untuk itu, darah bayi sudah teracuni akan
dibuang dan ditukar dengan darah lain. Proses tukar darah akan dilakukan
bertahap.
Bila dengan sekali tukar darah, kadar bilirubin sudah menunjukkan angka
yang menggembirakan, maka terapi transfuse bisa berhenti. Tapi bila masih
tinggi maka perlu dilakukan proses transfusi kembali. Efek samping yang bisa
muncul adalah masuknya kuman penyakit yang bersumber dari darah yang dimasukkan
ke dalam tubuh bayi. Meski begitu, terapi ini terbilang efektif untuk
menurunkan kadar bilirubin yang tinggi.
c) Terapi obat-obatan
Terapi lainya adalah dengan obat-obatan. Misalnya, obat Phenobarbital
atau luminal untuk meningkatkan pengikatan bilirubin di sel-sel hati sehingga
bilirubin yang sifatnya indirect berubah jadi direct. Ada juga obat-obatan yang
mengandung plasma atau albumin yang berguna untuk mengurangi timbunan bilirubin
dan mengangkut bilirubin bebas ke organ hati. Biasanya terapi ini dilakukan
bersamaan dengan terapi lain, seperti fototerapi. Jika sudah tampak perbaikan maka
terapi obat-obatan ini dikurangi bahkan dihenntikan. Efek sampingnya adalah
mengantuk. Akibatnya bayi jadi banyak tidur dan kurang minum ASI sehingga
dikhawatirkan terjadi kekurangan kadar gula dalam darah yang justru memicu
peningkatan bilirubin. Oleh karena itu, teapi obat-obatan bukan menjadi pilihan
utama untuk menangani hiperbilirubin karena biasanya dengan fototerapi si kecil
bisa ditangani (revel-indonesia.com)
d) Menyusui Bayi dengan ASI
Bilirubin
juga dapat pecah jika bayi banyak
mengeluarkan feses dan urin. Untuk itu bayi harus mendapatkan cukup ASI.
Seperti diketahui, ASI memiliki zat-zat terbaik bagi bayi yang dapat
memperlancar buang air besar dan kecilnya.
e) Terapi Sinar Matahari
Terapi dengan sinar matahari hanya merupakan terapi tambahan. Biasanya
dianjurkan setelah bayi selesai dirawat di rumah sakit. Caranya, bayi dijemur
selama setengah jam dengan posisi yang berbeda-beda. Seperempat jam dalam
keadaan telentang, misalnya, seperempat jam kemudian telungkup. Lakukan anatara
jam 07.00 sampai 09.00 pagi. Inillah waktu dimana sinar surya efektif
mengurangi kadar bilirubin. Dibawah jam tujuh, sinar ultraviolet belum cukup
efektif, sedangkan di atas jam Sembilan kekuatannya sudah terlalu tinggi
sehingga akan merusak kulit. Hindari posisi yang membuat bayi melihat langsung
ke matahari karena dapat merusak matanya. Perhatikan pula situasi disekeliling,
keadaan udara harus bersih. (www.revell-indonesia.com)
2.2 TINJAUAN ASUHAN
KEBIDANAN
2.2.1 Manajemen
asuhan kebidanan
a.
Manajemen kebidanan adalah proses
pemecahan masalah yang digunakan sebagai metode untuk mengorganisasikan pikiran
dan tindakan berdasarkan teori ilmiah penemuan keterampilan rangkaian atau
tahapan yang logis untuk pengambilan suatu keputusan yang befokus pada klien.
(Varney, 1997).
b.
Langkah-langkah Manajemen kebidanan.
1)
Langkah I : Pengumpulan Data Dasar
Pada
langkah pertama ini dilakukan pengkajian data yang dikumpulkan mulai dari :
Identitas pasien, riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu, riwayat
kesehatan, riwayat kesehatan keluarga, riwayat obstetrik, riwayat pemeriksaan
fisik, riwayat pemeriksaan khusus, pemeriksaan laboratorium
2)
Langkah II :
Interpretasi Data
Menginterpretasi
data-data yang telah dikumpulkan sehingga penulis dapat menegakkan diagnosa,
masalah serta kebutuhan terhadap si pasien
3)
Langkah III : Mengidentifikasi
Diagnosa dan Masalah Potensial
Pada
langkah ini mengidentifikasikan masalah atau diagnosa lain berdasarkan
rangkaian masalah dan diagnosa yang sudah diidentifikasi.
4)
Langkah IV : Identifikasi Kebutuhan
Yang Memerlukan Penanganan Segera
Mengidentifikasi perlunya tindakan segera oleh bidan
atau dokter atau untuk dikonsultasikan atau ditangani bersama anggota tim
kesehatan yang lain sesuai dengan kondisi klien, bila tidak ada kebutuhan yang
memerlukan penanganan segera maka langkah IV ini tidak dilakukan.
5)
Langkah V : Merencanakan Asuhan
Yang Menyeluruh
Pada
langkah ini direncanakan asuhan yang menyeluruh di tentukan oleh langkah –
langkah sebelumnya, langkah ini merupakan kelanjutan manajemen terhadap masalah
atau diagnosa yang telah di identifikasi atau di antisipasi.
6)
Langkah VI : Melaksankan
Perencanaan
Rencana
asuhan menyeluruh seperti yang telah di uraikan langkah V di laksanakan secara
efisien dan aman, dilakukan oleh bidan atau sebagian lagi dilakukan oleh klien
atau anggota tim kesehatan lainnya.
7) Langkah VII :
Evaluasi
Pada
langkah VII ini dilakukan evaluasi keefektifan dari asuhan yang sudah
diberikan.
2.2.2
Pendokumentasian asuhan kebidanan
a.
Pengertian
Pendokumentasian kebidanan adalah system
pencatatan yang digunakan agar asuhan yang dilakukan dapat dicatat dengan
benar, jelas, sederhana dan logis.
b.
Metode
Metode yang digunakan untuk
pendokumentasian asuhan kebidanan adalah metode SOAP dengan menggunakan pola
pikir manajemen kebidanan Varney.
Metode pendokumnetasian SOAP yang tediri
dari :
S : Subjektif
Pada
data subjektif akan menggambarkan beberapa hal antara lain :
1)
Menilai masalah
dari sudut pandang klien.
2)
Menilai ekspresi
klien mengenai kekhawatiran dan keluhannya.
3)
Dicatat sebagai
kutipan langsung yang berhubungan dengan diagnosa.
4)
Data tersebut
menguatkan diagnosa yang akan dibuat
O
: Objektif
1)
Data ini dapat
memberikan bukti gejala klinis klien.
2)
Berisi fakta
yang berhubungan dengan diagnosa .
3)
Memuat data
fisiologis dan hasil observasi.
4)
Ada informasi
hasil kajian secara tekhnologi (missal : hasil laboratorium, USG dan sebagainya
yang berarti dalam menegakkan diagnosa.
A : Analisa
1)
Diagnosa yang
ditetapkan berdasarkan data dari S dan O yang disimpulkan.
2)
Selalu ada
informasi baru baik S dan O karena keadaan klien terus berubah.
3)
Sehingga proses pengkajian berjalan secara
dinamik.
4)
Dapat
menganalisa suatu kejadian penting dalam perkembangan klien .
P : Penatalaksanaan
1)
Membuat rencana
tindakan saat itu atau yang akan datang.
2)
Mengusahakan
mencapai kriteria tujuan tertentu dari kebutuhan klien yang harus dicapai dalam
waktu tertentu.
3)
Tindakan yang
harus diambil dalam membantu klien mencapai kemajuan dalam kesejahteraan dan
proses selanjutnya.
4)
Didukung dengan
rencana dokter bila dibuat keputusan dalam manajemen kolaborasi.
5)
Pelaksanaan
rencana tindakan dalam mengatasi masalah untuk mencapai tujuan terhadap klien.
6)
Tindakan harus
mendapat persetujuan klien kecuali bila hal tersebut membahayakan klien .
7)
Analisa dari
hasil yang dicapai menjadi fokus dan penilaian dalam ketetapan tindakan.
8)
Jika tujuan
tidak tercapai proses evaluasi dapat menjadi dasar untuk mengembangkan tindakan
alternative sehingga tercapai tujuan.
9)
Dapat menjadi
perbaikan dengan perubahan intervensi dan tindakan serta menunjukan perubahan
baik dari rencana awal atau perlu suatu kolaborasi.
Pendokumentasian pada bayi
Subyektif (Menurut Wiinkjosastro,
1999) :
Identitas
Nama
bayi : untuk
membedakan bayi yang satu dengan bayi yang lain
Umur
bayi : untuk mengetahui
hari keberapa dilakukan
pengkajian/asuhan
Tgl/jam
lahir : untuk mengetahui kapan bayi tersebut lahir/umur
Jenis kelamin
: untuk mengetahui jenis kelamin bayi tersebut
(ada kemungkinan terjadi kelainan gender
kejadian , ikterus. pada BBL
lebih besar pada iaki-laki).
Berat
badan : untuk
mengetahui apakah bayi lahir dengan berat rendah, nornial/bayi
besar. Bayi normal
2500 gr - 4000 gr.
Pada bayi
ikterus kemungkinan kecil masa kehamilan, BLR dan besar masa kehamilan
Panjang badan :
panjang badan normal 48 - 52 cm
Nama Ibu/Ayah : untuk identifikasi bayi/pasien
Umur Ibu/Ayah : untuk identifikasi bayi / pasien .
Suku
bangsa : untuk mengetahui adat istiadat
dan kebiasaan
Agama :
menentukan jenis pendekatan spiritual
Pendidikan
: status sosial ekonomi dan pendapatan
Alamat
: mengetahui keadaan lingkungan tempat tinggal dan untuk identifikasi
Anamnesa
Pada tanggal ........ pukul......
Tempat
……..
1. Riwayat
penyakit kehamilan
Untuk
mengetahui penyakit yang pernah diderita selama kehamilan yang dapat
menyebabkan bayi ikterus. Contoh : diabetes, golongan darah ibu - bayi tidak
sesuai, Rh/ABO incompatibility, sakit infeksi, spherositosis kongenital
2.
Kebiasaan waktu
nifas
Untuk mengetahui kebiasaan ibu
pada saat nifas yang dapat
berpengaruh pada janin/BBL
3.
Riwayat
persalinan sekarang
a. Jenis
persalinan : biasanya ikterus terjadi persalinan
dibantu vacum eksraksi
b. Penolong : apakah
dokter atau bidan
c. Tempat persalinan : Apakah di rumah
ibu, bidan atau RS
d. Umur kehamilan : Pada ikterus kemungkinan terjadi pada preterm. kecil masa
kehamilan. dan. besar masa kehamilan.
e. Ketuban : Warnanya jernih atau keruh, baunya khas atau tidak,
jumlahnya normal atau tidak. Normalnya < 500 cc.
f. Komplikasi persalinan : biasanya
bayi ikterus
terjadi pada persalinan dengan trauma.
g. Keadaan bayi baru lahir : nilai
dengan APGAR 1 menit pertama dan 5 menit kedua
Objektif
Pemeriksaan
1. Keadaan umum : Apakah
bayi tampak baik atau tidak. Biasanya bayi ikterus terlihat letargi /
aktifitas menurun
2. Suhu
: Suhu normal 36,5 - 37,2° C
3. Pernapasan
: Frekuensi pernapasan sebaiknya dihitung 1 menit penuh.
Normalnya 40-60x / menit
4. Nadi
: Frekuensi nadi normal 70 - 180x /menit
5. BB sekarang
: Untuk mengetahui kenaikan / penurunan BB bayi
Pemeriksaan
fisik secara sistematik
1. Kepala
: Dilihat besar, bentuk, molding, sutura, adakah caput
ikterus terjadi pada pendarahan intra kranial dan sefal hematom
·
Muka :
Untuk melihat kelainan kongenital, adakah warna kuning
·
Mata : Ada tidaknya
pendarahan atau warna kuning pucat menandakan anemia
·
Telinga : Letak dan bentuk
dapat mencerminkan kelainan konaenital
·
Mulut : Ada
tidaknya tabioskilis, labiopatatoskius - Reflek hisap baik atau tidak
·
Hidung : Ada sumbatan atau
kelainan lain seperti cuping hidung.
·
Leher : Apakah
ada pembesaran kelenjar getah bening / tiroid atau tidak.
2. Dada :
Apakah tampak simetris atau tidak, ada wheezing dan ronchi
3. Tali pusat dan
abdomen : Apakah ada tanda-tanda infeksi atau tidak dan pada ikterus pada
palpasi abdomen terdapat pembesaran limfe dan hepar
4. Punggung : Adakah
kelainan dan dilihat bentuknya, apakah ada spina bifida atau tidak.
5. Ekstermitas : Dilihat kelainan bentuk dan
jumlah
6. Genitalia : Pada
bayi laki-laki testis sudah menurun atau belum dan terdapat lubang uretra atau
tidak pada bayi perempuan labia rnayora telah menutupi labia minora belum?
Lubang vagina ada atau tidak
7. Anus : Ada atau
tidaknya lubang anus
Reflex:
Bayi ikterus
ada kemungkinan kehilangan reflek moro, palmar reflek rooting reflek.
Antropometri
Lingkar kepata,
lingkat dada, lingkar lengan atas.
Eliminasi
Miksi
: Kemungkinan warna urine
gelap pekat sampai hitam kecoklatan
Mekonium/feces
: Kemungkinan lunak dan berwarna coklat kehijauan
Warna kulit :
Penilaian ikterus secara klinis menurut rumus kramer
Pemeriksaan
Laboratorium ; ………….
Assasement
By. Ny. … usia …. Hari dengan ….
Masalah : ….
Diagnosa Potensial :
Tindakan segera :
Planning
1)
Menyampaikan pada ibu dan suami bahwa bayinya mengtalami ikterus berat.
2) Memberikan dukungan emosional kepada
ibu dan suami agar tetap tenang mengahadapi ini supaya kondisinya tidak menurun
pasca melahirkan.
3)
Melakukan pemeriksaan laboratorium kadar bilirubin dengan serum bilirubin.
4) Mencegah agar gula darah tidak turun
dengan cara ibu diminta tetap menyusui bayinya dan pandu untuk menyusui bayi
dengan posisi dan pelekatan yang benar, agar menyusu efektif.
5) Nasehati cara menjaga bayi agar tetap
hangat dengan cara mengeringkan bayi segera setiap kali bayi basah terkena air
atau air kencing dan tinja bayi, membungkus bayi dengan kain kering dan hangat,
beri tutup kepala pada bayi.
6) Menganjurkan kepada ibu agar menjemur
bayinya setiap pagi dengan bayi telanjang ± 1,5 jam.
7) Merujuk ke dokter anak.
BAB III
TINJAUAN KASUS
Tanggal : 08 Juni 2012
Tempat
: Ruang Bersalin PKC. Tambora
Data Subjektif
A.Identistas
Nama
bayi :
Bayi Ny.L
Umur
Bayi : 7 hari
Tgl/jam
lahir : 01 Juni 2012 pkl 11.23 WIB
Jenis Kelamin :
Laki-laki
No. Status reg
: 225/12
Nama
Ibu :
Ny. L
Nama
Ayah : Tn. A
Umur : 27
tahun
Umur
: 26 tahun
Agama
:
Islam
Agama
:
Islam
Pendidikan : SMA
Pendidikan
: SMA
Pekerjaan
: Ibu
Rumah Tangga
Pekerjaan
: Buruh
B.Anamnesa
1. Riwayat
penyakit kehamilan
Tidak ada
2. Kebiasaan saat hamil
Makan : 3x sehari, porsi biasa , menu : nasi beserta lauk
pauknya
Minum : 6 – 8 gelas per hari
Merokok : Tidak pernah
Jamu :
Tidak pernah
3. Kebiasaan
saat nifas
Makan
: 3x sehari, porsi biasa,
menu : nasi
beserta laukpauknya
Minum
: 6 - 8 gelas per hari
Merokok
: Tidak pernah
Jamu :
Minum 1 gelas per hari sejak hari ketiga nifas (sari rapet dan kunyit asam)
Menjemur bayi : 2x sejak nifas,
frekuensi 15 menit, jam 07.30 WIB
4. Riwayat nifas :
a.
Rawat nifas di PKC. Tambora 1 hari setelah melahirkan, pulang paksa dengan
alasan ingin pulang.
b. Bayi kuning sejak 4 hari lalu
5. Riwayat persalinan sekarang
P1 A0
a. Jenis
persalian : Persalinan Pervaginam spontan
b. Ditolong oleh
: Bidan
c. Tempat Persalinan : Puskesmas Kec. tambora
d. Umur kehamilan : 39 minggu
e.
Ketuban : warna jernih,
banyaknya 500 cc
f. Komplikasi
persalinan
Ibu
: Tidak ada
Bayi
: Tidak ada
g. Keadaan
bayi baru lahir : Bayi langsung
menangis, tonus otot (+)
6. Riwayat menyusui : 4x dalam sehari, ASI eksklusif (+)
7. Riwayat imunisasi :
a. Vit K sudah
diberikan
b. Hep – Bo
sudah diberikan
Data Objektif
Keadaan umum : Lemah
Kesadaran
: composmentis
Suhu : 37oC, Pernafasan : 48x / menit , Nadi : 125 x / menit
Berat badan
lahir : 3200 gram
Berat badan sekarang : 3400 gram
Pemeriksaan fisik secara klinis :
1.
Kepala : UUK datar, tidak ada moulase
·
Muka : simetris, warna kuning
·
Mata : simetris, sklera kuning,
konjungtiva agak pucat, tidak juling, reflek cahaya (+)
·
Hidung : ada septum, tidak ada polip
·
Mulut : simetris, tidak ada celah antara
bibir ataupun hidung, tidak ada sianosis
·
Leher : tidak ada pembesaran kelenjar
thyroid, warna kulit leher kuning.
2. Dada : simetris, tidak ada
pembesaran, puting menonjol, tidak ada retraksi dada.
3. Tali Pusat dan Abdomen : simetris, tali pusat sudah puput.
4. Genital : testis sudah masuk kedalam
skrotum, lubang penis terletak di sentralis.
5.
Anus : terdapat lubang anus.
6. Ekstremitas :
a.bagian atas :simetris, jumlah jari
tangan lengkap, pada tangan dan jari tidak ada sianosis, gerakan aktif.
b. bagian bawah : simetris, jumlah jari
kaki lengkap, pada kaki tidak ada sianosis, gerakan aktif.
7. warna kulit :
tidak ada bercak dan tanda lahir, warna kulit keseluruhan kuning ( Derajat
kremer 5)
Reflex:
Refleks
moro (+), rooting refleks (+), refleks palmar (+), refleks tonickneck (+), daya
hisap lemah.
Eliminasi :
Miksi : Frekuensi : 4 - 6 x per hari, warna kuning
Mekonium/feses : Frekuensi : 1 x per hari, warna kuning, konsistensi lunak.
Data
Penunjang : Saat ini tidak dilakukan
·
Gol Darah ibu : O (+) diketahui pada
saat kehamilan
ASSASMENT
Bayi
Ny. L umur 7 hari dengan kemungkinan ikterus patologis.
PLANNING
1) Menyampaikan
pada ibu dan suami tentang hasil pemeriksaan bahwa bayinya kemungkinan mengalami
ikterus patologis. Ibu dan suami mengerti dengan penjelasan yang diberikan
2) Memberikan dukungan emosional kepada
ibu dan suami agar tetap tenang. Ibu bersedia agar selalu tenang agar
kondisinya tidak menurun.
3)
Memberitahukan Ibu dan Suami bahwa bayinya harus dirujuk ke dokter di Poli
MTBS. Ibu menyetujui bayinya dirujuk ke MTBS.
4)
Melakukan kolaborasi dengan dokter di Poli MTBS. Sudah dilakukan kolaborasi
dengan dokter Poli MTBS sejak pukul 10.00 WIB. Hasil konsul : dokter
menganjurkan untuk cek kadar bilirubin.
4) Menganjurkan ibu untuk cek laboratorium
kadar bilirubin dengan serum bilirubin. Dikarenakan di Puskesmas tidak
tersedia, maka pemeriksaan dilakukan di tempat pemeriksaan laboratorium yaitu
di Biomedika.
5)
Membuat surat rujukan untuk periksa laboratorium.
SOAP
II di Ruang Bersalin Pukul 11.00 WIB
Subjektif
:
Ibu
dan suami sudah memeriksakan bayinya di Laboratorium Biomedika.
Objektif
:
Keadaan
Umum : Lemah, kesadaran ; letargis
TTV
: Nadi : 140x/m, Pernapasan : 24x/m Suhu : 370C
Pemeriksaan
laboratorium tanggal 08 Juni 2012 di Laboratorium Biomedika
Bilirubin indirek : 17,50 mg/dL, N = 0,00 – 10,80 mg/dl
Bilirubin direk :1,00 mg/dL, N
= < 0,50 mg/dl
Bilirubin total : 18,50 mg/dL
N= < 12,00 mg/dl
Assasement :
Bayi
Ny. L umur 7 hari dengan ikterus patologis.
Diagnosa
Potensial : Kern Ikterus
Planning :
1) Menyampaikan
pada ibu dan suami tentang hasil pemeriksaan bahwa bayinya mengalami ikterus
patologis. Ibu dan suami mengerti dengan penjelasan yang diberikan.
2) Memberikan
dukungan emosional kepada ibu dan suami agar tetap tenang. Ibu bersedia agar
selalu tenang agar kondisinya tidak menurun.
3) Merujuk dengan BAKSOKUDO
- Bidan menyiapkan surat rujukan ke
rumah sakit. Klien ingin dirujuk ke RS Budi Kemuliaan.
- Klien berangkat ke RS. Budi
Kemuliaan menggunakan motor.
- Klien mengatakan sudah menyiapkan
uang untuk pengobatan bayinya di RS. Budi Kemuliaan.
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada
tanggal 08 Juni 2012 Ny. L datang ke Puskesmas Tambora dengan alasan ingin kunjungan saat bayi berusia 7
hari. Hal ini sesuai dengan program pemerintah yaitu kunjungan neonatal I pada
hari ke 7 setelah kelahiran. Tujuan dari program ini yaitu untuk mendeteksi
sedini mungkin permasalahan yang terjadi pada bayi. Pada kunjungan neonatal 1
ini, dari hasil pemeriksaan fisik yang telah dilakukan, bidan mendeteksi bahwa bayi
mengalami ikterus. Adanya kejadian seperti ini, disarankan bidan lebih
menegaskan bahwa kunjungan neonatal pada hari ke 7 setelah kelahiran sangatlah
penting.
Menurut Ngastiyah (2005), ikterus dibagi menjadi 2 macam, yaitu ikterus fisiologis dan
ikterus patologis. Ikterus fisiologis muncul pada hari kedua sampai hari ketiga
setelah kelahiran, kadar bilirubin indirek tidak melewati 15 mg %, dan tidak
menyebabkan morbiditas pada bayi, sedangkan ikterus patologis terjadi pada 24
jam pertama, kadar bilirubin indirek tidak melewati 10 mg%, dan terlihat kuning
pada telapak tangan dan kaki. Dalam kasus ini, By. Ny. L termasuk ke dalam
ikterus patologis karena berdasarkan hasil pemeriksaan, bayi tampak kuning pada
seluruh tubuh (pada derajat kremer termasuk kedalam derajat V dengan kadar
bilirubin total = 16 mg%). Berdasarkan hasil laboratorium, kadar bilirubin
indirek = 17,50 mg/dl dengan nilai normal yaitu 0,00 – 10,80 mg/dl. Kadar
bilirubin direk = 1,00 mg/dl, dengan nilai normal yaitu < 0,50 mg/dl. Kadar
bilirubin total = 18,50 mg/dl, dengan nilai normal yaitu < 12,00 mg/dl.
Gejala lain yang dialami oleh Ny. L ini adalah
letargis. Hal ini sesuai dengan gejala yang dikemukakan oleh Surasmi (2003).
Menurut Moeslichan (2004), faktor yang
berhubungan dengan munculnya ikterus antara lain inkomtabilitas ABO, rendahnya
asupan ASI, kurangnya terpapar sinar matahari dan gangguan hepar. Menurut
Garthner dan Auerbach penyebab timbulnya ikterik yang berhubungan dengan ASI adalah
terhambatnya uridine diphosphoglucoronic acid glucoronyl transfarase (UDPGA)
oleh hasil metabolisme progesterone yaitu pregnane-3-alpha-20 beta-diol yang
ada dalam ASI ibu, peningkatan aktifitas
beta-glukorodanise dalam ASI dan juga pada usus bayi yang mendapat ASI,
terlambatnya pembentukan flora usus pada bayi yang mendapat ASI serta defek
aktivitas uridine diphophateglucoronyl transfarase (UGT1A1) pada bayi yang
homozigot dan heterozigot untuk varian sindrom Gilbert dan terhambatnya
konjugasi bilirubin.
Berdasarkan hasil anamnesa, ibu mengatakan
bayinya menyusui 4x sehari, sedangkan The American Academy of Peiatrics (AAP)
merekomendasikan pemberian ASI terus menerus (minimal 8-10 kali dalam 24 jam)
sehingga dapat terjadi kurangnya asupan nutrisi untuk metabolisme dalam tubuh,
yang dapat menyebabkan bayi menjadi ikterus. Dalam kasus ini, pemberian ASI
sangat kurang hanya 4x sehari sehingga terjadi penumpukan bilirubin indirek
yang tidak bisa dikonjugasi menjadi bilirubin direk di dalam hepar dan tidak
dapat disekresikan melalui feses dan urine akibatnya produksi billirubin indirek dalam tubuh bayi menjadi
tinggi. Oleh karena itu, tenaga kesehatan khususnya bidan dapat memberikan
promosi kesehatan mengenai ASI Ekslusif , cara pemberian ASI, hiperbilirubin
dan ikterus sehigga asupan ASI dan optimal dan mencegah terjadinya
hiperbilirubin atau ikterik.
Kemungkinan penyebab yang lain adalah inkomtabilitas
ABO. Terjadinya inkomtabilitas ABO karena terjadinya perbedaan antara darah ibu
dan bayi. Berdasarkan pemeriksaan golongan darah pada saat kehamilan didapatkan golongan darah ibu yaitu O(+) dan berdasarkan
anamnesa Ny. L setelah dirawat di Rumah sakit
golongan darah bayi adalah A(+). Menurut Guslihan (2004),
inkomtabilitas terjadi karena perbedaan darah ibu dan janin. Darah ibu
memproduksi antibodi yaitu immunoglobulin G yang menyerang sel darah merah janin
yang menyebabkan pecahnya (hemolisis) sel darah merah sehingga meningkatkan
pelepasan bilirubin dari sel darah merah. Reaksi hemolisis akan terjadi apabila
zat anti dari ibu masih terdapat dalam serum bayi.
Pada kasus inkomtabilitas ABO, umumnya ikterus
dapat diketahui pada bayi umur 24 jam pertama. Namun, pada kasus Ny. L
berdasarkan anamnesa yang didapatkan, perawatan nifas di PKC. Tambora hanya 1
hari karena Ny. L memaksa untuk pulang ke rumah. Prosedur tetap yang ada di
PKC. Tambora setelah melahirkan adalah perawatan nifas selama 3 hari dengan
tujuan memberikan perawatan yang komprehensif dan memantau kelainan yang
terdapat pada ibu dan bayi. Kurangnya
perawatan nifas pada Ny. L dan bayinya menyebabkan kejadian ikterus tidak dapat
diketahui secara cepat dan penanganan pada bayi Ny. L menjadi lambat.
Kurangnya pengetahun tentang pemberian ASI
eksklusif, cara menjemur bayi yang benar, dan hiperbilirubin menjadi faktor
penyebab dari timbulnya bayi kuning atau ikterus. Dalam mekanisme sistem
rujukan yang dilakukan sudah sesuai dengan protap puskesmas dan wewenang bidan
yaitu merujuk bila ada bayi yang mengalami kelainan
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Perawatan
nifas yang dilakukan oleh bidan, selain bertujuan untuk mengobservasi Ibu
Postpartum, juga bertujuan untuk mengobservasi bayi Ibu tersebut. Untuk itu
Ruang bersalin di Puskesmas Kecamatan Tambora ini menganjurkan kepada ibu
postpartum untuk tetap dirawat selama 3 hari di Ruang nifas. Namun, pada kasus
Ny. L perawatan yang dilakukan hanya 1 hari karena Ny. L memaksa untuk pulang dengan
alasan sudah merasa sehat. Oleh karena itu, kelainan pada bayi Ny. L seperti
ikterus yang kini dialami tidak dapat terdeteksi secara dini oleh tenaga
kesehatan. Untuk itu, bidan harus menekankan kembali kepada klien mengenai
tujuan perawatan nifas yang dilakukan selama 3 hari tersebut, agar kelainan
yang terjadi pada Ibu dan Bayi dapat terdeteksi sedini mungkin dan dapat
mendapatkan penanganan dengan cepat.
Pada saat pemeriksaan
kehamilan, dianjurkan kepada klien untuk memeriksakan golongan darahnya di
laboratorium. Setelah hasilnya sudah diketahui, apabila ibu mempunyai darah O,
maka tenaga kesehatan dapat mendeteksi secara dini kemungkinan terjadinya
inkomtabilitas ABO pada bayi, serta memberikan pendidikan kesehatan seperti
hiperbilirubinemia.
Kejadian
ikterus atau warna kuning sering dijumpai pada bayi baru lahir dalam batas
normal pada hari kedua sampai hari ketiga dan menghilang pada hari kesepuluh.
Oleh karena itu, menjelang kepulangan bayi, kuning atau ikterus yang timbul 24
jam pertama harus mendapat perhatian karena mungkin sifatnya patologis. Selain
inkomtabilitas ABO, sebagian besar penyebab dari ikterus adalah asupan ASI yang
tidak adekuat dan cara menjemur bayi yang tidak benar.
Oleh
karena itu, seluruh tenaga kesehatan khususnya bidan, disarankan meningkatkan
pengetahuannya tentang ikterus, serta dapat memberikan promosi kesehatan kepada
klien seperti ASI Eksklusif, cara pemberian ASI, cara menjemur yang benar, hiperbilirubin
pada dalam masa kehamilan sehingga kejadian ikterus dapat dicegah sedini
mungkn.
5.2 Saran
1.
Bagi Puskesmas
- Diharapkan kepada pihak puskesmas dapat meningkatkan lagi memberikan promosi kesehatan kepada masyarakat mengenai ASI eksklusif, hiperbilirubin, dan cara menjemur bayi dengan benar.
- Diharapkan pemeriksaan golongan darah pada bayi dapat dilakukan 1 hari setelah kelahiran atau sebelum bayi pulang agar kelainan pada bayi seperti ikterus dapat terdeteksi sedini mungkin.
2. Bagi Masyarakat
a. Diharapkan dapat meningkatkan
pengetahuan dan wawasannya dalam bidang kesehatan seperti cara pemberian ASI, cara
menjemur yang benar, hiperbilirubin, pentingnya kunjungan neonatal dan lainnya.
b. Diharapkan masyarakat lebih aktif
dalam meningkatkan derajat kesehatan
jasmani, lingkungan dan lainnya.